Tim Satgas Diminta Turun, LSM dan Kelompok Tani Desak Realisasi Plasma 20% dari HGU PT Socfindo

banner 468x60

Asahan, Sumatera Utara, 31 Juli 2025 – Desakan agar Tim Satgas Reforma Agraria dan Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria turun langsung ke Desa Aek Korsik, Kecamatan Aek Ledong, Kabupaten Asahan, semakin menguat. Ini menyusul konflik agraria yang telah berlangsung lebih dari lima dekade antara masyarakat setempat dan PT Socfin Indonesia (Socfindo).

Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat Taat Wong Nusantara (LSM TAWON), melalui Sekretaris Jenderalnya, Ramses Sihombing, secara tegas meminta pemerintah pusat melalui Satgas Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (PKH) agar segera meninjau ulang status lahan dan memastikan realisasi kewajiban perusahaan dalam menyediakan kebun plasma minimal 20% dari luas Hak Guna Usaha (HGU), sebagaimana diamanatkan dalam regulasi perkebunan.

“Satgas harus turun langsung. Ini sudah terlalu lama dan rakyat tidak bisa terus menunggu. PT Socfindo wajib memberikan plasma sesuai ketentuan hukum, dan pemerintah harus hadir menjembatani penyelesaian konflik ini dengan adil,” ujar Ramses.

Konflik lahan antara warga Aek Korsik dan PT Socfindo mencuat kembali setelah Kelompok Tani Maju Lestari menyuarakan tuntutan ganti rugi atas 390 hektar lahan yang diklaim telah dikuasai masyarakat secara turun-temurun sejak tahun 1950. Mereka menyebut memiliki dasar hukum seperti Lander Pom serta Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara tahun 1971–1972 sebagai bukti historis penguasaan lahan tersebut.

Ketua Kelompok Tani Maju Lestari, Kasrun, bersama Sekretarisnya, Kusraharjo, menuturkan bahwa sejak penggusuran paksa pada 1971, masyarakat kehilangan akses atas lahan tersebut, yang kini masuk dalam area HGU PT Socfindo. Perusahaan mengantongi SK HGU Nomor 76 dan Sertifikat HGU Nomor 1 tertanggal 13 April 1981, dengan total luas ±1.974 hektar. Namun, warga mencurigai adanya kelebihan lahan hingga mencapai ±2.364,91 hektar, yang patut ditelusuri legalitasnya.

“Kami tidak menolak investasi dan pembangunan. Tapi jangan abaikan hak rakyat. Sudah lebih dari 54 tahun kami menunggu kejelasan. Kami hanya ingin keadilan dan pengakuan atas tanah warisan kami. Kami menuntut musyawarah dan ganti rugi lahan 390 hektar,” kata Kasrun.

LSM TAWON dan kelompok tani menyatakan bahwa penyelesaian konflik ini harus mencakup pengembalian hak masyarakat, pelaksanaan program plasma kebun secara adil, dan tanggung jawab sosial perusahaan kepada warga terdampak. Mereka juga menuntut agar ada audit menyeluruh terhadap perluasan lahan perusahaan pasca-HGU dan keterbukaan data lahan.

Masyarakat secara terbuka meminta Pemerintah Kabupaten Asahan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Kementerian ATR/BPN, serta Tim Satgas PKH bentukan Presiden RI, agar turun langsung menengahi dan memastikan perlindungan hak-hak masyarakat lokal dalam konflik ini.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Socfindo belum memberikan tanggapan resmi atas desakan dialog dan penyelesaian damai dari masyarakat Aek Korsik.

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *